Friday 23 January 2015

Opini: Karanganyar Maju dan Berbudaya? oleh Andri Saptono di Joglosemar (Kamis, 15/01/2015)

Joglosemar 9:13 Kamis, 15/01/2015
Link http://epaper.joglosemar.co/folder/2015/01/150115/#p=9
atau http://joglosemar.co/2015/01/opini-karanganyar-belum-maju-dan-berbudaya.html
 
oleh: Andri Saptono
Pegiat Komunitas Pakagula Sastra Karanganyar 

SLOGAN Karanganyar Maju dan Berbudaya memberikan dorongan dan konsistensi yang kuat untuk membentuk perilaku positif. Mungkin,  “Maju dan Berbudaya” menegasikan slogan sebelum Karanganyar Tentram, yang lebih identik dengan stagnan, dan kurang progresif.

Karanganyar berbenah di era kepemimpinan Yuliatmono dan Rohadi Wibowo (YU-RO). Kemajuan infrastruktur menjadi ukuran yang ingin ditampilkan dari di bidang pembangunan, terutama jalan dan berbagai tempat publik. Peremajaan gedung-gedung diagendakan sebagai bagian dari modernisasi wajah Karanganyar. Relokasi Pasar Jumat yang kemarin menimbulkan penolakan tetap dijalankan demi pembangunan ke arah kemajuan dan maslahat Kota Karanganyar, yang kini diwujudkan dengan open space di sekitar alun-alun. Masyarakat Karanganyar pasti mengamini kalau pemimpin kali ini adalah tipe yang gigih ingin memajukan pembangunan Karanganyar.

Pun, slogan berbudaya getol dicanangkan Karanganyar. Perlindungan terhadap cagar budaya dengan menggelar pameran cagar budaya yang digelar pada acara Milad Karanganyar kemarin. Rencana pembangunan sekolah pariwisata yang bernilai Rp 4 miliar yang kelak akan menjadi jualan Kota Karanganyar yang berada di lereng Gunung Lawu –banyak memiliki aset pariwisata– yang tentu kelak akan menambah pemasukan pendapatan daerah. Dan, Karanganyar masih memiliki banyak tempat wisata indah lainnya yang tentu saja menuntut perhatian pemerintah Kabupaten untuk merawat dan tidak rusak berbagai kepentingan oknum yang oportunis.

Pujian akan tetap ada untuk YU-RO dan kritikan masih akan terus berlangsung selama keduanya memimpin Karanganyar –minus pro kontra kepemilikian tempat wisata Grojogan Sewu yang masih belum kelar dan plagiatisme logo Karanganyar Maju dan Berbudaya yang menjiplak SEA Games ke-26 yang dilaksanakan di Palembang.

Tidak Melulu Pariwisata
Karanganyar tidak harus melulu menjual pariwisata. Slogan maju dan berbudaya adalah langkah atau ikhtiar pembentukan Sumber Daya Manusia (SDM) yang ada di Karanganyar itu sendiri. Bagaimana cara agar masyarakat mempunyai andil yang besar dalam pembangunan Karanganyar.  Tidak melulu mengeskploitasi alam dan terkadang berdampak merubah mengubah, mendistorsi kekayaan alam hanya karena nggege mangsa untuk menjadikan Karanganyar sebagai kota pariwisata.

Pun, pada kesempatan Milad Karanganyar yang ke-97 lalu, pelbagai acara telah digelar. Festival budaya dicanangkan, pameran budaya ditampilkan untuk pertama kalinya di Karanganyar setelah beberapa pemimpin sebelumnya tak ada yang melakukannya. Semuanya hanya berkiblat pada Kota Karanganyar sebagai kota pariwisata.

Ini justru menjadi sebuah  ketidakberuntungan di satu sisi. Padahal, Karanganyar sendiri mempunyai nilai lebih di bidang lain yang semestinya bisa digarap. Semisal adanya lahan pertanian yang tentu juga membutuhkan perhatian dan pengembangan besar. Agrobisnis yang sempat moncer pada bupati sebelumnya namun tenggelam di masa sekarang. Dan, selama ini petani seperti menjadi kelas kedua di masyarakat. Padahal, Karanganyar itu sendiri mempunyai lahan yang luas yang bisa dioptimalkan untuk menjadikan Karanganyar sebagai kota pertanian.

Adanya Waduk Delingan, Waduk Lalung, dan lainnya yang belum tergarap maksimal. Selama ini terlihat Waduk Delingan, mudah sekali habis airnya yang semula penuh. Penyebabnya, debit air cepat menurun karena air dijual untuk kebutuhan pabrik gula Tasikmadu ketika masa giling dan pertanian menjadi prioritas kedua. Padahal, seharusnya ekosistem waduk bisa dikembangkan menjadi konsep pariwisata agroculture ditambah kawasan hutan lindung Bromo yang berada di dekatnya. Hal ini lebih bisa bermaslahat bagi rakyat daripada hanya mengedepankan untuk mendapatkan pembayaran dari pabrik gula Tasikmadu saja.

Masih banyak sektor lain yang semestinya digarap. Entah itu pertanian atau sektor lain, menurut saya kesadaran masyarakat untuk maju juga harus digarap. Masyarakat Karanganyar sepertinya juga lebih tertarik menjadi konsumen dan penggemar hiburan dengan adanya open space di Karanganyar. Mengapa tidak menjadikan open space itu sebagai sebuah taman pintar, dan dilengkapi dengan perpustakaan kota yang representatif atau museum di kota. Mengapa wajah kota hanya dipenuhi pemandangan para penjual dan tempat hiburan yang centang perenang.

Menuju Kota Edukasi
Open space yang dikerumuni oleh pasar malam menihilkan budaya literer. Dulu di tempat itu, berdiri perpustakaan dalam waktu yang lama, menyokong pembangunan dengan cara yang asketis dan sepi. Pun, beberapa komunitas literasi sempat bernaung di sana. Perpustakaan menjaga akal budi masyarakat perkotaan, membuka wawasan dengan ilmu agar tidak kesingsal dengan budaya modern yang banal.
Kini di sekitar alun-alun, hanya berdiri perpustakaan masjid Agung yang makin elok namun masih sepi pengunjung. Konon, masyarakat baca di Karanganyar belum terbentuk. Ketika zaman bupati Rina Iriani, beberapa kali terselenggara event membaca terbanyak dan membaca terlama yang masuk MURI, dan menjadi seremonial belaka. Kini, minus perpustakaan yang tersembunyi di bekas Kartini lawas, tampaknya dinas terkait, terutama Disdikpora, harus rajin untuk berkeliling kembali menggelorakan semangat membaca di Karanganyar. Entah itu dengan perpustakaan keliling atau festival baca yang besar di Karanganyar.
Ini adalah ajakan untuk membentuk masyarakat yang gemar membaca di Karanganyar. Ajakan hanya akan menjadi wacana jika tidak diimbangi dengan kebijakan dari dinas terkait untuk memfasilitasi. Misalnya, akan lebih proporsional di open space alun-alun kelak itu, juga dibangun taman pintar. Buku dan ilmu disediakan di sana dan perpustakaan yang memadai. Jadi, orang pergi ke Karanganyar tidak hanya wisata kuliner, dan menghabiskan waktu memandangi taman, tapi mereka juga belajar pada buku.

Kantong Hitam
Karanganyar juga belum sepenuhnya dikatakan maju dan berbudaya. Karanganyar masih menyimpan kantong hitam di bawah pelupuk matanya. Adanya lokalisasi Ndangkrong Indah (DKI) di Tasikmadu, memperlihatkan betapa peliknya masalah pelacuran menjadi masalah di setiap kota. Ketakberdayaan pemerintah untuk mengatasi hal ini membuat mereka makin berakar kuat dan merusak sendi masyarakat di sekitarnya.

Seorang kawan pernah bercerita dirinya akan menikah dengan gadis daerah lain. Melihat kawan saya dekat dari Ndangkrong ini, si keluarga calon menolak anak perempuannya diboyong ke rumah si lelaki ini. Stigma lokalisasi Ndangkrong akan terus menempel bagi Karanganyar. Akan lebih bijaksana hal ini segera dituntaskan, dientaskan dan dibuat solusi yang bijaksana. Seperti pendahulu yang sebelumnya, Rina Iriani yang kini menjalani sidang di Tipikor Semarang, telah berhasil menutup lokalisasi di Warung Ayu, Kebakkramat. Keberhasilannya tentu bisa menjadi contoh dan referensi bagi YURO untuk menyelesaikan masalah lokalisasi Ndangkrong.

Akhirnya, harapan menjadikan Kota Karanganyar sebagai kota yang maju dan berbudaya akan terwujud. Tidak melulu kota pariwisata yang menjual keelokan alam tetapi membentuk sikap dan kualitas manusia di Karanganyar sebagai masyarakat yang maju dan mempunyai serta menjunjung tinggi budaya adiluhung, yaitu budaya manusia yang mengedepankan nilai agama, cinta kasih dan persaudaraan universal. Sungguh, saya berharap banyak pada pasangan YU-RO kali ini dalam memimpin Karanganyar, terutama mau belajar pada keberhasilan pemimpin sebelumnya.

0 comments:

Post a Comment