Saturday 5 July 2014

Apresiasi Puisi: Potret Kemiskinan dalam Puisi-puisi Agus Yulianto

Di bawah Lorong Jembatan

Dibawah lorong jembatan
Daku bertemu dengan seorang kawan
Kawan yang dulu ku kenal dermawan
Kawan yang dulu penuh kebajikan

Dibawah lorong jembatan
Ada semburat senja kesedihan
Dari wajah yang rupawan
Dari seorang yang penuh belas kasihan

Kawan…
Ya kawan…!
Yang sangat dermawan
Kini tinggal di lorong jembatan

Hanya dilorong jembatan
Tempat bernaung mencari kehidupan
Tempat dimana seorang kawan
Yang tersandung akibat penipuan

                                    Jakarta, 17 Desember 2008

Orang-orang Melarat

Kini banyak orang melarat
Berkumpul di depan rumah Pak Camat
Mereka mengadu cepat
Supaya mereka dapat
Siapa yang kalah cepat
Dan siapa yang terlalu lambat
Mereka tak akan tercatat
Di Buku harian Pak Camat

“Pak Camat…?”
Seru gerombolan orang melarat
“Lihatlah tubuh kami yang cacat,
Yang tak bisa berjalan cepat,
Untuk mendapatkan paket hemat,
Dari Pemerintah Pusat.”

                        Bogor, 28 Desember 2008.

Dimuat Solopos edisi Minggu, 1 Desember 2013

* * *
Potret Kemiskinan dalam Puisi

Oleh Ekohm Abiyasa

Puisi merupakan medium paling sederhana dalam merekam peristiwa. Dengan bahasa yang lugas dan apa adanya seseorang dapat menuliskan peristiwa yang sedang terjadi, yang dianggap penting atau setidaknya ia merasa perlu untuk menuliskannya.

Dua puisi Agus Yulianto di atas merepresentasikan satu tema "Kemiskinan". Ya, kemiskinan yang masih terjadi di masyarakat. Terutama di kota-kota besar.

Pada puisi pertama bait kedua: // Dibawah lorong jembatan / Ada semburat senja kesedihan / Dari wajah yang rupawan / Dari seorang yang penuh belas kasihan // Kaum miskin terlihat jelas. Mereka hidup di lorong atau bawah jembatan kota. Ini salah satu potret kemiskinan yang terjadi di kota besar; Jakarta (di mana tempat pembuatan puisi dilakukan). 

Sementara pada puisi kedua, adalah antrinya masyarakat untuk mendapatkan bantuan (atau subsidi sembako) dari pemerintah. Mereka menyeru kepada pak Camat untuk mendapatkan bantuan tersebut. Orang-orang melarat selalu kalah langkah dari orang-orang kaya nan pintar. Orang-orang kaya seringkali acuh pada orang-orang miskin. Bahkan pejabat-pejabat pun demikian halnya. Mereka seringkali melakukan korupsi bantuan untuk masyarakat. Kalau sudah begini, kapan sejahteranya bangsa ini?

0 comments:

Post a Comment